Konsultan AI Pemerintahan

Kami siap membantu anda membangun AI untuk pemerintah daerah, deploy server, tuning data, running dan integrasi dengan aplikasi Pemda.

Pembuatan Aplikasi

Anda ingin membuat aplikasi desktop, web atau mobile sesuai kebutuhan custom, hubungi kami!!!.

Jaringan Intra Pemerintah

Kami siap membangun jaringan intra pemerintah daerah berbasis fiber optic.

Pusat Data

Anda perlu srever hosting data dan aplikasi, kami siap membangunnya untuk anda!!.

AI Training

Anda punya model AI dan ingin mentraining dengan data sendiri, kami solusinya!.

15 Agustus 2025

Refleksi 75 tahun Kalsel

BANJARMASIN, 19 Juli 2025 – Hai guys! Balik lagi sama from zero with AI yang siap bongkar fakta-fakta terbaru! Kalian tahu nggak sih, Provinsi Kalimantan Selatan sebentar lagi mau ulang tahun ke-75? Nah, di usia yang makin matang ini, Kalsel punya ambisi GEDE BANGET: jadi "Gerbang Ibu Kota Negara" atau "Gerbang Logistik Kalimantan". Gila, posisinya emang strategis banget di tengah Indonesia, bebas gempa dan dilewati jalur pelayaran internasional! Masa depan cerah menanti! 

Modalnya juga nggak main-main! Populasi Kalsel itu produktif semua, mencapai 4,122 juta jiwa di tahun 2021, dan diproyeksi nembus 4,273 juta jiwa di tahun 2024! Bayangin, 53,69% atau sekitar 2,18 juta orang itu usia produktif! Ini namanya bonus demografi yang puncaknya bakal kita rasain sekitar tahun 2030 nanti. Keren kan? 

Capaian pembangunan? Wah, jangan ditanya! Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita udah masuk kategori "tinggi" sejak 2021 dengan nilai 71,28, bahkan terus naik jadi 72,50 di tahun 2023, dan kita sukses duduk di posisi ke-13 dari 38 provinsi! Ekonomi juga ngegas banget setelah pandemi, pertumbuhan PDRB kita nyentuh 5,11% di tahun 2022! 

Infrastruktur dasar? Top! Rasio elektrifikasi udah 99,61% di 2024! Jalan nasional di Kalsel juga 94,63% udah mantap di 2023! Akses air minum? Naik terus sampai 82,89% di 2023, dan sanitasi 88,28% di 2022! 

Angka kemiskinan juga terus turun, dari 4,49% di 2022 jadi 4,11% di 2024! Lingkungan hidup kita juga membaik, IKLH naik dari 58,74 di 2016 jadi 73,50 di 2023 dan dapat predikat "Baik"! Minat baca? Tinggi, nilai kita 64,95 di 2022 di atas target nasional! Kejahatan? Turun dong, dari 7.336 kasus di 2017 jadi 5.870 kasus di 2021! 

Pokoknya, banyak banget deh kemajuannya! TAPI, EH TAPI... ADA TAPINYA NIH! Di balik semua pencapaian itu, ada beberapa "PR" besar yang kadang tersembunyi! 

Pertama, soal kesenjangan wilayah. Katanya menurun, tapi coba lihat Indeks Williamson kita malah NAIK signifikan dari 0,409 di 2021 jadi 0,509 di 2022! Ini bukti kalau pembangunan kita belum merata, sektor pertambangan doang yang ngegas pol, yang lain ketinggalan! Terus, perhatiin deh Kota Banjarmasin. Mau jadi kota metropolitan, tapi daya dukung permukiman kita cuma 0,7, alias udah overload dan nggak seimbang! 

Belum lagi, ada delapan kabupaten yang akses air bersihnya masih di bawah 90% di 2023! Yang lebih serem lagi, kota-kota vital kayak Tapin dan Banjarmasin itu KRITIS daya dukung airnya! Tapin defisit -452.872.271 m3/tahun dan Banjarmasin defisit -16.497.858 m3/tahun! Padahal, provinsi secara keseluruhan katanya surplus air 35.204.135.302 m3/tahun! 

Kok bisa beda jauh gini, hayooo?! Masalah digitalisasi? Kita masih ketinggalan jauh di kapasitas SDM dan pengelolaan arsipnya. Target digitalisasi pemerintah jadi terancam kalau ini nggak diatasi! Paling bahaya lagi, ketahanan pangan! Produksi padi kita ANJLOK drastis dari 1.150.307 ton di 2020 jadi cuma 833.931 ton di 2022! Produksi daging juga turun 22.424,34 ton di 2023! 

Selain itu, kita masih punya lahan kritis seluas 458.478 Ha di 2022 yang perlu segera direhabilitasi. Gimana mau jadi gerbang logistik kalau pangan aja masih PR? 

Jadi, gimana dong solusinya biar "Kalsel Maju (Berkelanjutan, Berbudaya, Religi dan Sejahtera) Menuju Gerbang Logistik Kalimantan" itu bukan cuma mimpi? HARUS GERCEP! 

Pertama, data pembangunan harus sinkron dan bikin perencanaan yang benar-benar inklusif. Jangan cuma fokus di pusat kota, tapi bangun "kutub-kutub pertumbuhan baru" di daerah terpencil dengan investasi di pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur! 

Kedua, benahi tata kelola air secara mikro-geografis, bikin bendungan dan resapan di daerah-daerah yang udah defisit! Kajian daya dukung lingkungan harus ketat banget! 

Ketiga, investasi besar-besaran di peningkatan kapasitas SDM digital, dari literasi dasar sampai pengelolaan kearsipan, biar digitalisasi kita nggak cuma di atas kertas! 

Terakhir, perkuat ketahanan pangan dan lingkungan dengan ningkatin produksi pangan lokal, rehabilitasi lahan kritis, dan mitigasi bencana yang proaktif! Kalsel itu provinsi yang luar biasa dengan potensi melimpah! Tapi kalau "PR" ini nggak diberesin sekarang, kita bisa terjebak dalam pertumbuhan yang timpang dan tidak berkelanjutan! Yuk, kita kawal bersama!

03 Juli 2025

Jam Belajar Era Baru: Dari Waktu Kerja Guru ke Ritme Otak Siswa

 

Jam pelajaran di sekolah kita saat ini masih menggunakan acuan lama: 35 menit untuk SD, 40 menit untuk SMP, dan 45 menit untuk SMA. Angka-angka ini sudah sangat mapan dalam sistem pendidikan kita. Tapi pertanyaannya: apakah durasi ini ditentukan berdasarkan cara kerja otak anak, atau sekadar hasil kompromi administratif untuk mengatur beban kerja guru?

Selama puluhan tahun, jam pelajaran didefinisikan oleh kebutuhan sistem, bukan kebutuhan belajar siswa. Ia lebih mencerminkan logika industrial—di mana waktu dikelola demi efisiensi institusi—bukan logika pembelajaran yang berpusat pada siswa. Faktanya, para ahli neurosains dan psikologi pendidikan telah lama menyatakan bahwa rentang perhatian (attention span) siswa jauh lebih pendek dari yang diasumsikan sistem pendidikan saat ini.

Riset menunjukkan bahwa anak SD hanya mampu fokus selama 10–15 menit, siswa SMP sekitar 15–20 menit, dan siswa SMA maksimal 25–30 menit sebelum otaknya mengalami kejenuhan dan penurunan daya serap. Jika proses belajar dipaksakan melampaui batas alami ini tanpa jeda aktif atau interaksi, maka alih-alih memperdalam pemahaman, pelajaran hanya akan lewat begitu saja tanpa jejak bermakna.

Namun, sistem pendidikan kita terus mempertahankan durasi tetap untuk semua pelajaran, semua usia, dan semua konteks. Hal ini bukan hanya tidak efisien, tetapi juga tidak adil bagi perkembangan mental dan kognitif siswa. Di saat dunia digital menyediakan pengalaman belajar yang cepat, interaktif, dan fleksibel, sekolah masih terjebak pada pola ceramah panjang dan linier.

Sudah saatnya kita membangun paradigma baru. Jam belajar seharusnya dirancang mengikuti irama otak siswa, bukan semata-mata durasi kerja guru. Belajar tidak harus lama, yang penting adalah efektivitas dan kedalaman. Dunia kerja modern bahkan telah mengadopsi metode “short learning burst”, di mana sesi belajar dibagi menjadi blok pendek 15–25 menit, diselingi refleksi atau aktivitas ringan. Cara ini terbukti meningkatkan fokus dan retensi informasi.

Sebagai contoh, durasi optimal untuk siswa SD kelas awal sebaiknya hanya 20–25 menit, SD kelas atas 30 menit, SMP 30–35 menit, dan SMA cukup 35–40 menit. Waktu belajar bisa dibagi menjadi dua sesi pendek dalam satu jam, dengan jeda aktif seperti permainan edukatif, diskusi kelompok kecil, atau aktivitas fisik ringan. Guru tidak perlu mengajar lebih sedikit, tetapi mengajar lebih adaptif.

Jika kita terus mempertahankan durasi jam pelajaran berdasarkan kalender administratif, maka kita sedang memaksa generasi digital belajar dalam sistem analog. Di saat siswa sudah terbiasa belajar melalui video pendek, kuis interaktif, dan diskusi daring, mereka akan merasa terasing di ruang kelas yang hanya mengandalkan ceramah satu arah.

Anak-anak kita belajar dengan kecepatan digital, sementara kita masih mengajar dengan kecepatan mesin tik. Sudah waktunya pendidikan kita tidak hanya berganti kurikulum, tetapi juga mengubah cara dan waktu belajar. Mari kita ubah pandangan bahwa jam pelajaran adalah waktu kerja guru, dan mulai menempatkannya sebagai irama alami otak belajar anak-anak kita.