SIPANDU WISATA singkatan dari Sistem Pelayanan Terpadu Pariwisata di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Aplikasi SIPANDU WISATA berbasis Android dapat di unduh di Playstore dengan kata kunci "Sipandu Wisata".
From Hero To Zero
Catatan Perjalanan Guru Nakal
13 November 2018
01 Mei 2014
Lokasi VPS Terbaik
Memilih Lokasi Server VPS
Pemilihan lokasi server VPS sangat mempengaruhi kecepatan. Tetapi dimanakah lokasi server VPS terbaik? Okey, kita bahas dan ulas beberapa lokasi data centre (pusat data), tempat dimana server-server diletakkan. Diurutkan berdasarkan yang paling murah ke yang paling mahal (atas ke bawah):
31 Mei 2013
Membuat SKHU Otomatis
Setelah selesai pelaksanaan Ujian Nasional baik SD, SMP maupun SMA maka tugas sekolah adalah membuat SKHU (Sementara) sebelum SKHUN dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kegunaan SKHU yang utama adalah sebagai syarat untuk mendaftar sekolah atau kuliah.
Sekarang ini Ujian Nasional mengharuskan sekolah mengisi Nilai Raport (NR) semester 3, 4 dan 5 serta nilai Ujian Sekolah (US) yang akan digabungkan menjadi Nilai Sekolah (NS). Adapun Rumus NS adalah:
Sedangkan Nilai Akhir (NA) sebagai penentu kelulusan diperoleh dari gabungan Nilai Sekolah (NS) dan nilai Ujian Nasional (UN) dengan rumus:
Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) yang akan kita buat menggunakan data yang diketik di MS Excel 2007. Semula saya akan membuat di MS Word menggunakan MailMerge, tapi karena kurang sip maka SKHUnya saya buat di MS Excel saja dengan isi sheet data nilai Raport semester 3, 4 dan 5, US, UN, Biodata, Cetak, Petunjuk Pemakaian.
Pertama-tama isilah biodata peserta UN yang terdiri dari Nama, no peserta UN, TTL dan sebagainya di sheet SKHU, tapi jangan isi nilai karena itu otomatis. Selanjutnya mengisi nilai nilai raport semester 3,4 dan 5 maka saya buat satu sheet NR yang otomatis menghitung rata-rata nilai raport tersebut. Selanjutnya jika US telah diisi, maka saya buat lagi sheet NS yang rumus perhitungan di atas.
Jika UN telah selesai, silakan isi nilai UN, dan saya buat sheet NA yang berisi nilai akhir berdasarkan perhitugnan rumus di atas. Semua nilai itu saya kumpulkan lagi dalam sheet SKHU. Fitur yang digunakan adalah fungsi "VLOOKUP" di MS Excel sehingga di sheet SKHU didefinisikan sebuah "name" dengan nama data.
Jika anda ingin menambah/mengurang jumlah siswa sesuai sekolah masing-masing, maka silakan tambah/kurang baris di sheet Nilai Semester 3, 4, 5, US, NS, UN, NA. Yang penting definisi "name" di sheet SKHU ada sesuaikan ukurannya dengan jumlah siswa yang telah diubah tadi.
Proses cetak dilakukan di sheet "Cetak". Print satu-persatu SKHU siswa dengan mengubah Nomor Pesertanya.
Kalau bingung, langsung saja download file jadinya di sini. Selamat bekerja membuat SKHU, semoga bermanfaat.
25 Agustus 2012
Blog: Reborn..!
Reborn (terlahir kembali), mungkin itulah kata yang tepat menggambarkan tulisanku terbaru di blog ini. Sudah cukup lama tidak menulis di blog tersayang ini. Terus terang semenjak adanya Facebook aktivitas bloggingku menurun drastis.
Jujur saja facebook menyediakan segalanya bagi blogger. Menulis atau posting bisa dilakukan dengan cepat dan sederhana lewat update status. Menulis yang agak panjang bisa dilakukan lewat fasilitas catatan (notes).
Setelah menulis di blog kita biasanya ingin ada komentar atau tanggapan dari pembaca. Di facebook komentar merupakan kegiatan yang luar biasa ramai. Hal ini disebabkan tulisan terbaru seseorang otomatis tampil di dinding setiap teman atau anggota grup. Bandingkan dengan blog, pembaca baru tahu bahwa kita memposting tulisan terbaru jika mengunjungi blog kita. Nah, emang orang pada tahu dan kepingin mengunjungi blog kita??
Tapi diluar semua itu terus terang ada juga rasa jenuh dan bosan menulis di blog. Blog aku mulai tayang sejak bulan November tahun 2007...hmmm cukup lama juga., Maklum aku belum terbiasa menuangkan ide atau gagasan lewat tulisan. Dan berbagai kerjaan dan kesibukan cukup menyita waktu semenjak lahirnya anak kedua tahun 2008 otomatis aktivitas menulis cukup menurun.
Tapi, keinginan menulis di blog kembali timbul. Sayang kan fasilitas internet di rumah online 24 jam, dan di tempat kerja juga lumayan. Jadi mulai saat ini coba pasang target minimal 1 hari/ 1 minggu/ 1 bulan ada satu tulisan bermutu...semoga.
Jujur saja facebook menyediakan segalanya bagi blogger. Menulis atau posting bisa dilakukan dengan cepat dan sederhana lewat update status. Menulis yang agak panjang bisa dilakukan lewat fasilitas catatan (notes).
Setelah menulis di blog kita biasanya ingin ada komentar atau tanggapan dari pembaca. Di facebook komentar merupakan kegiatan yang luar biasa ramai. Hal ini disebabkan tulisan terbaru seseorang otomatis tampil di dinding setiap teman atau anggota grup. Bandingkan dengan blog, pembaca baru tahu bahwa kita memposting tulisan terbaru jika mengunjungi blog kita. Nah, emang orang pada tahu dan kepingin mengunjungi blog kita??
Tapi diluar semua itu terus terang ada juga rasa jenuh dan bosan menulis di blog. Blog aku mulai tayang sejak bulan November tahun 2007...hmmm cukup lama juga., Maklum aku belum terbiasa menuangkan ide atau gagasan lewat tulisan. Dan berbagai kerjaan dan kesibukan cukup menyita waktu semenjak lahirnya anak kedua tahun 2008 otomatis aktivitas menulis cukup menurun.
Tapi, keinginan menulis di blog kembali timbul. Sayang kan fasilitas internet di rumah online 24 jam, dan di tempat kerja juga lumayan. Jadi mulai saat ini coba pasang target minimal 1 hari/ 1 minggu/ 1 bulan ada satu tulisan bermutu...semoga.
13 Maret 2012
Perempuan Tidak Boleh Bekerja?
"Perempuan Tidak Boleh Bekerja". Melihat judul di atas mungkin kening anda akan berkerut. Berbagai protes tentu akan muncul. Mulai dari masalah kesetaraan jender hingga masalah HAM. Aneh-aneh saja jika ada yang mewacanakan menonaktifkan semua PNS perempuan.
Melihat mainstream pemikiran sekarang ini sepertinya perempuan ingin diperlakukan sama atau setara dengan laki-laki. Jadi jika laki-laki boleh bekerja maka perempuan juga ingin keluar untuk bekerja. Apakah pemikiran ini tepat? Apakah pemikiran ini menggambarkan kesetaraan jender?
Sebagai seorang PNS saya mempunyai pemikiran lain. Isteri saya juga PNS jadi saya mengetahui suka dukanya seorang perempuan juga bekerja, terutama jadi PNS. Sejujurnya saya sangat kasihan melihat seorang perempuan ikut bekerja membantu suami. Entah itu sebagai pedagang, PNS, petani dan lain-lain. Tapi apa mau dikata, penghasilan PNS golongan rendah di Indonesia "kurang" mencukupi. Artinya gaji PNS saat ini hanya dapat mencukupi kebutuhan dasar saja. Jika yang bekerja atau PNS hanya suaminya maka saya melihat bahwa untuk membuat rumah, membeli kendaraan, membiayai anak kuliah akan kesulitan.
Hal yang membuat saya kurang setuju seorang perempuan bekerja adalah peran ganda yang dipikul seorang wanita. Jika di rumah maka isteri saya sibuk mengurus rumah tangga mulai dari mencuci, memasak, mengurus anak dan sebagainya. Setelah itu, jam 7 berangkat menjalani peran kedua sebagai wanita yang bekerja atau istilah kerennya, "Wanita Karier". Sibuk seharian dengan pekerjaan sebagai PNS dan pulang kerumah jam 3-4 sore dan dilanjutkan mengurus rumah tangga sampai malam.
Memang hal ini dilakoni untuk membantu suami karena dengan bekerja maka ada tambahan penghasilan karena gaji suami yang kurang mencukupi. Tapi akhirnya saya jadi kasihan melihat peran ganda dan besarnya tanggung jawab yang dipikul seorang isteri yang bekerja untuk membantu suami. Tetapi jika isteri berhenti bekerja atau jika hanya suami saja yang bekerja maka gaji kurang mencukupi. Bagaimanakah solusi mengatasi masalah ini.
Pilihan pertama isteri berhenti bekerja sehingga beban kerja berkurang. Seharian isteri bisa berkonsentrasi penuh mengurus anak atau rumah tangga tanpa dibebani pekerjaan kantor. Tapi sisi negatifnya penghasilan suami kurang mencukupi.
Pilihan kedua isteri tetap bekerja tapi suami membantu meringankan beban isteri dalam mengurus rumah tangga. Misalnya suami membantu mencuci pakaian, atau membersihkan rumah dan sebagainya. Jika istri bekerja diluar rumah untuk membantu suami, maka tidak salahnya suami membantu isteri dalam pekerjaan rumah. Memang prinsip ini terlihat adil, tapi tetap saja ada sisi negatifnya. Jika suami isteri bekerja, misal sebagai PNS, maka anak tidak ada yang mengasuh. Biasanya anak dititipkan di tempat penitipan. Padahal usia 1-3 tahun adalah masa identifikasi anak dimana anak akan meniru perilaku orang terdekatnya. Jika yang mengasuh memiliki tingkah laku dan sopan santun yang baik mungkin anak yang dititipkan juga akan baik perilakunya. Tapi bagaimana jika yang mengasuh anak kita perilakunya kurang baik? Misal berbicara kasar, kata-kata kurang sopan? Jadi idealnya anak diasuh ibunya sendiri sehingga pembentukan sikap dan kepribadian yang baik dapat ditanamkan sejak kecil.
Mungkin kebanyakan pembaca yang suami-isteri bekerja seharian memilih solusi kedua sebagai pilihan terbaik saat ini. Wajar saja karena sebagai rakyat atau masyarakat biasa cuma 2 pilihan itu yang bisa dipilih. Tapi Pemerintah sebagai penguasa hajat hidup orang banyak masih memiliki pilihan ketiga, yakni "menaikkan standar gaji". Baik itu gaji PNS atau UMR agar jika yang bekerja cuma suaminya maka gajinya mencukupi untuk hidup layak.
Menaikkan gaji memang pilihan yang "indah" dimata rakyat tapi merupakan pilihan yang "pahit" di sisi pemerintah. Kenaikan gaji otomatis akan diikuti bertambahnya anggaran. Jika pendapatan negara tetap maka kalau ingin menaikkan gaji harus ada mata anggaran departemen lain yang dipotong. Tentu saja pemerintah tidak ingin mengambil pilihan pahit ini. Pemerintah itu pada dasarnya sekelompok elit yang bertugas mensejahterakan rakyat tapi mereka tidak bisa lepas dari kepentingan partai, kelompok dan kroni-kroninya. Pilihan mensejahterakan rakyat merupakan pilihan terakhir setelah partai, kelompok, kroni dan pribadinya sendiri sejahtera.
Kalau pilihan ketiga sulit direalisasikan apakah ada solusi lain. Tampaknya sulit sekali memecahkan masalah di atas karena pendapatan negeri ini tetap sebegitu-begitu saja, ditambah lagi merajalelanya korupsi sehingga kue pembangunan hanya bisa dinikmati 5% kelompok elit. Pilihan 1 dan 2 juga sama sulitnya ibarat buah simalakama. Isteri bekerja penghasilan lumayan tapi rumah tangga tidak terurus dengan baik, sebaliknya isteri tidak bekerja memang rumah tangga bisa terurus dengan baik tapi penghasilan suami kurang.
Jika kita bisa menganalisan masalah dengan baik dan berani berfikir "out of the box" mungkinkah masih ada solusi lain. Saya tertarik menulis masalah ini karena terlintas di benak saya solusi nomor 4. Apakah itu? Tentu saja mungkin solusi ini aneh dan banyak yang tidak setuju. Tapi coba baca dengan baik tanpa prasangka mungkin pemikiran saya ada benarnya juga.
Solusi nomor 4: "Perempuan Tidak Boleh Bekerja". Caranya pemerintah melarang perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga untuk berperan ganda sebagai wanita karier. Tujuannya agar rumah tangga di Indonesia ini bisa terurus dengan baik. Cukup laki-laki saja yang bekerja karena itu memang tanggung jawab laki-laki. Tapi bagaimana jika sebagai PNS atau Karyawan gajinya kurang mencukupi? Hal ini bisa disiasati.
Untuk isteri yang berstatus sebagai PNS, pemerintah mempensiundinikan semua perempuan PNS. Trus anggaran yang seyogyanya dianggarkan sebagai gaji PNS perempuan digunakan untuk menaikkan gaji PNS sehingga gaji PNS laki-laki bisa naik 2 kali lipat. Otomatis cukup suami saja yang bekerja sebagai PNS maka gaji sudah mencukupi dalam arti nominalnya sama dengan gabungan gaji PNS waktu isteri masih bekerja.
Untuk non PNS pemerintah harus menaikkan UMR dua kali lipat. Tentu saja tujuannya agar karyawan yang isterinya dilarang bekerja penghasilannya tidak berkurang. Tentu saja hal ini akan mendapat tentangan dari kalangan Majikan karena karyawan berkurang setengah sedangkan pengeluaran gaji tetap. Artinya produksi menurun 50% dengan asumsi jumlah karyawan pria dan wanita sama.
Disinilah peran pemerintah untuk membuat peraturan dan menerapkannya agar kemaslahatan bangsa ini bisa tercapai. Keluarga, anak bisa dididik oleh ibunya sendiri dengan baik karena "WANITA TIDAK BOLEH BEKERJA DI LUAR".
Bagaimana tanggapan anda?
Melihat mainstream pemikiran sekarang ini sepertinya perempuan ingin diperlakukan sama atau setara dengan laki-laki. Jadi jika laki-laki boleh bekerja maka perempuan juga ingin keluar untuk bekerja. Apakah pemikiran ini tepat? Apakah pemikiran ini menggambarkan kesetaraan jender?
Sebagai seorang PNS saya mempunyai pemikiran lain. Isteri saya juga PNS jadi saya mengetahui suka dukanya seorang perempuan juga bekerja, terutama jadi PNS. Sejujurnya saya sangat kasihan melihat seorang perempuan ikut bekerja membantu suami. Entah itu sebagai pedagang, PNS, petani dan lain-lain. Tapi apa mau dikata, penghasilan PNS golongan rendah di Indonesia "kurang" mencukupi. Artinya gaji PNS saat ini hanya dapat mencukupi kebutuhan dasar saja. Jika yang bekerja atau PNS hanya suaminya maka saya melihat bahwa untuk membuat rumah, membeli kendaraan, membiayai anak kuliah akan kesulitan.
Hal yang membuat saya kurang setuju seorang perempuan bekerja adalah peran ganda yang dipikul seorang wanita. Jika di rumah maka isteri saya sibuk mengurus rumah tangga mulai dari mencuci, memasak, mengurus anak dan sebagainya. Setelah itu, jam 7 berangkat menjalani peran kedua sebagai wanita yang bekerja atau istilah kerennya, "Wanita Karier". Sibuk seharian dengan pekerjaan sebagai PNS dan pulang kerumah jam 3-4 sore dan dilanjutkan mengurus rumah tangga sampai malam.
Memang hal ini dilakoni untuk membantu suami karena dengan bekerja maka ada tambahan penghasilan karena gaji suami yang kurang mencukupi. Tapi akhirnya saya jadi kasihan melihat peran ganda dan besarnya tanggung jawab yang dipikul seorang isteri yang bekerja untuk membantu suami. Tetapi jika isteri berhenti bekerja atau jika hanya suami saja yang bekerja maka gaji kurang mencukupi. Bagaimanakah solusi mengatasi masalah ini.
Pilihan pertama isteri berhenti bekerja sehingga beban kerja berkurang. Seharian isteri bisa berkonsentrasi penuh mengurus anak atau rumah tangga tanpa dibebani pekerjaan kantor. Tapi sisi negatifnya penghasilan suami kurang mencukupi.
Pilihan kedua isteri tetap bekerja tapi suami membantu meringankan beban isteri dalam mengurus rumah tangga. Misalnya suami membantu mencuci pakaian, atau membersihkan rumah dan sebagainya. Jika istri bekerja diluar rumah untuk membantu suami, maka tidak salahnya suami membantu isteri dalam pekerjaan rumah. Memang prinsip ini terlihat adil, tapi tetap saja ada sisi negatifnya. Jika suami isteri bekerja, misal sebagai PNS, maka anak tidak ada yang mengasuh. Biasanya anak dititipkan di tempat penitipan. Padahal usia 1-3 tahun adalah masa identifikasi anak dimana anak akan meniru perilaku orang terdekatnya. Jika yang mengasuh memiliki tingkah laku dan sopan santun yang baik mungkin anak yang dititipkan juga akan baik perilakunya. Tapi bagaimana jika yang mengasuh anak kita perilakunya kurang baik? Misal berbicara kasar, kata-kata kurang sopan? Jadi idealnya anak diasuh ibunya sendiri sehingga pembentukan sikap dan kepribadian yang baik dapat ditanamkan sejak kecil.
Mungkin kebanyakan pembaca yang suami-isteri bekerja seharian memilih solusi kedua sebagai pilihan terbaik saat ini. Wajar saja karena sebagai rakyat atau masyarakat biasa cuma 2 pilihan itu yang bisa dipilih. Tapi Pemerintah sebagai penguasa hajat hidup orang banyak masih memiliki pilihan ketiga, yakni "menaikkan standar gaji". Baik itu gaji PNS atau UMR agar jika yang bekerja cuma suaminya maka gajinya mencukupi untuk hidup layak.
Menaikkan gaji memang pilihan yang "indah" dimata rakyat tapi merupakan pilihan yang "pahit" di sisi pemerintah. Kenaikan gaji otomatis akan diikuti bertambahnya anggaran. Jika pendapatan negara tetap maka kalau ingin menaikkan gaji harus ada mata anggaran departemen lain yang dipotong. Tentu saja pemerintah tidak ingin mengambil pilihan pahit ini. Pemerintah itu pada dasarnya sekelompok elit yang bertugas mensejahterakan rakyat tapi mereka tidak bisa lepas dari kepentingan partai, kelompok dan kroni-kroninya. Pilihan mensejahterakan rakyat merupakan pilihan terakhir setelah partai, kelompok, kroni dan pribadinya sendiri sejahtera.
Kalau pilihan ketiga sulit direalisasikan apakah ada solusi lain. Tampaknya sulit sekali memecahkan masalah di atas karena pendapatan negeri ini tetap sebegitu-begitu saja, ditambah lagi merajalelanya korupsi sehingga kue pembangunan hanya bisa dinikmati 5% kelompok elit. Pilihan 1 dan 2 juga sama sulitnya ibarat buah simalakama. Isteri bekerja penghasilan lumayan tapi rumah tangga tidak terurus dengan baik, sebaliknya isteri tidak bekerja memang rumah tangga bisa terurus dengan baik tapi penghasilan suami kurang.
Jika kita bisa menganalisan masalah dengan baik dan berani berfikir "out of the box" mungkinkah masih ada solusi lain. Saya tertarik menulis masalah ini karena terlintas di benak saya solusi nomor 4. Apakah itu? Tentu saja mungkin solusi ini aneh dan banyak yang tidak setuju. Tapi coba baca dengan baik tanpa prasangka mungkin pemikiran saya ada benarnya juga.
Solusi nomor 4: "Perempuan Tidak Boleh Bekerja". Caranya pemerintah melarang perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga untuk berperan ganda sebagai wanita karier. Tujuannya agar rumah tangga di Indonesia ini bisa terurus dengan baik. Cukup laki-laki saja yang bekerja karena itu memang tanggung jawab laki-laki. Tapi bagaimana jika sebagai PNS atau Karyawan gajinya kurang mencukupi? Hal ini bisa disiasati.
Untuk isteri yang berstatus sebagai PNS, pemerintah mempensiundinikan semua perempuan PNS. Trus anggaran yang seyogyanya dianggarkan sebagai gaji PNS perempuan digunakan untuk menaikkan gaji PNS sehingga gaji PNS laki-laki bisa naik 2 kali lipat. Otomatis cukup suami saja yang bekerja sebagai PNS maka gaji sudah mencukupi dalam arti nominalnya sama dengan gabungan gaji PNS waktu isteri masih bekerja.
Untuk non PNS pemerintah harus menaikkan UMR dua kali lipat. Tentu saja tujuannya agar karyawan yang isterinya dilarang bekerja penghasilannya tidak berkurang. Tentu saja hal ini akan mendapat tentangan dari kalangan Majikan karena karyawan berkurang setengah sedangkan pengeluaran gaji tetap. Artinya produksi menurun 50% dengan asumsi jumlah karyawan pria dan wanita sama.
Disinilah peran pemerintah untuk membuat peraturan dan menerapkannya agar kemaslahatan bangsa ini bisa tercapai. Keluarga, anak bisa dididik oleh ibunya sendiri dengan baik karena "WANITA TIDAK BOLEH BEKERJA DI LUAR".
Bagaimana tanggapan anda?
16 Agustus 2011
Biar Tua Tapi Bandel
Seiring bertambahnya jumlah anggota keluarga, maka keperluan sarana transportasi roda 4 makin mendesak. Sewaktu anak tertua saya masih kecil, maka kemana-mana kami bisa naik sepeda motor berempat. Icha duduk di depan, dan Aulia kecil digendong sama maminya. Huft, ditambah membawa tas berisi baju dan lain-lain, jadilah ritual naik motor mirip orang mudik.
Minimal sekali sebulan saya pulang pergi Kandangan-Pantai Hambawang. Kedua orang tua masih hidup dan tinggal berdua dirumah karena semua anak-anak beliau sudah berkeluarga atau bekerja di tempat lain. Kak Mila di Balikpapan, Dik Batul di Batukajang bersama Dik Nurul dan Dik Rullah. Kalau bukan kami yang paling dekat ini menjenguk, siapa lagi?
Setelah Icha bertambah besar, duduk didepan saya naik motor tidak mungkin karena tinggi badannya sudah menghalangi pandangan. Terpaksa hanya satu anak saja yang dibawa. Bergantian, kadang si kecil Aulia atau Icha.
Oleh karena itu terpikir membeli mobil walaupun second. Alhamdulillah dapat job membuat website Pemkab HSS dan nominalnya cukup untuk membeli mobil second. Kebetulan juga ada teman yang mengatakan mobil saudaranya mau dijual. Mobil Kijang Super keluaran tahun 1991. Besoknya survey dulu dech.
Ketemu juga barangnya. Di kediaman Haji Iwi, Pensiunan pegawai Diknas kab HSS, saudaranya Pak Acun (Kepsek SMP Loksado). Setelah di cek ternyata mesin masih OK punya. Body masih kencang. Dengan mesin 1.400 cc maka bensin lumayan irit. Sayang AC dan tape nggak berfungsi dan ban belakang sudah mulai gundul. Tapi akhirnya jadi juga tu mobil saya beli.
Alhamdulillah, sekarang memiliki sarana transportasi sendiri. Biarpun mobil second tapi sudah hampir sebulan ini saya pakai tak ada masalah. Kalau distarter pagi selalu hidup. Sudah lebih 1000an Km ditempuh, paling jauh Kandangan-Banjarbaru.
Minimal sekali sebulan saya pulang pergi Kandangan-Pantai Hambawang. Kedua orang tua masih hidup dan tinggal berdua dirumah karena semua anak-anak beliau sudah berkeluarga atau bekerja di tempat lain. Kak Mila di Balikpapan, Dik Batul di Batukajang bersama Dik Nurul dan Dik Rullah. Kalau bukan kami yang paling dekat ini menjenguk, siapa lagi?
Setelah Icha bertambah besar, duduk didepan saya naik motor tidak mungkin karena tinggi badannya sudah menghalangi pandangan. Terpaksa hanya satu anak saja yang dibawa. Bergantian, kadang si kecil Aulia atau Icha.
Oleh karena itu terpikir membeli mobil walaupun second. Alhamdulillah dapat job membuat website Pemkab HSS dan nominalnya cukup untuk membeli mobil second. Kebetulan juga ada teman yang mengatakan mobil saudaranya mau dijual. Mobil Kijang Super keluaran tahun 1991. Besoknya survey dulu dech.
Ketemu juga barangnya. Di kediaman Haji Iwi, Pensiunan pegawai Diknas kab HSS, saudaranya Pak Acun (Kepsek SMP Loksado). Setelah di cek ternyata mesin masih OK punya. Body masih kencang. Dengan mesin 1.400 cc maka bensin lumayan irit. Sayang AC dan tape nggak berfungsi dan ban belakang sudah mulai gundul. Tapi akhirnya jadi juga tu mobil saya beli.
Alhamdulillah, sekarang memiliki sarana transportasi sendiri. Biarpun mobil second tapi sudah hampir sebulan ini saya pakai tak ada masalah. Kalau distarter pagi selalu hidup. Sudah lebih 1000an Km ditempuh, paling jauh Kandangan-Banjarbaru.
04 Mei 2011
Kumpulan Peraturan Perundangan Pendidikan
| Undang-undang
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden Republik Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Keputusan Dirjen Dikti
Surat Edaran Dirjen Dikti, Direktur
Berkas Sertifikasi Dosen
|
Langganan:
Postingan (Atom)