24 Februari 2009

Tanggapan (1): Bernaridho

Akhirnya saya menerima email tanggapan resmi dari Pak Bernaridho
berkaitan dengan tulisan di blog ini. Saya sangat menghargai dan
bersedia memposting tanggapan ini agar berimbang. Berikut tulisan
email dari Bernaridho I Hutabarat:(dicetak miring)


Pak Syamsuddin Yth,

Terimakasih atas tanggapan Anda. Panjang, dan bermutu. Saya akan jawab.

> Tapi saat ini saya kecewa terhadap majalah PC-Media. Pada edisi 03/2009
> terdapat tulisan yang bernada menghina dan menghasut pembaca agar
> menjauhi software-software Free seperti Linux dan lain-lain. Tulisan
> yang dibuat Bernaridho I Hutabarat yang katanya seorang Business
> Intelligence Expert pada kolom viewpoint sangat rancu. Pemikiran yang
> dibangun tidak dilandaskan pada logika yang harusnya dimiliki
> seorang "expert". Malah isi tulisannya seperti perilaku para
> pedagang kecil tak berpendidikan di pasar-pasar kumuh.
> Yakni, usaha menjual dagangan dengan menjelek-jelekkan
> dagangan pesaing.

Sepanjang yang bisa saya pikirkan, saya tidak minta pembaca menjauhi
software-software free seperti Linux. Linux handal, banyak dipakai
sebagai server. Adalah bodoh saya minta banyak orang menjauhi Linux,
karena handal, dan lebih aman dari serangan virus.

Saya sendiri tidak sedang berdagang. Apakah saya mendagangkan Microsoft?
Tidak. Saya sampai saat ini tidak menjadi reseller Microsoft Windows ke
client saya. Saya biarkan mereka memilih. Saya recommend Windows hanya
kalau mereka memang perlu SQL Server, dan recommend Linux kalau mereka
perlu yang lain (Oracle, Postgre, MySQL). Saya sendiri sering (dan
masih) bekerjasama dengan distributor RedHat di sini, mereka membaca
tulisan2 saya di PC Media dan Warta e-gov. Mereka tidak tersinggung.

Saya berusaha pertahankan title 'Business Intelligence Expert'. Bisnis
harus melihat banyak aspek. Balanced score-card adalah contoh dimana
pelaku bisnis diajarkan untuk tidak melihat dari satu aspek saja.

Anda mungkin melihat free software hanya dari satu sisi: enaknya
konsumen. Anda tidak melihat efeknya di bidang produsen. Kalau memang
free software sangat bagus di Indonesia ini, mengapa banyak orang-orang
yang lebih diagungkan (daripada saya) dalam hal bisnis di Indonesia ini
tidak terjun di bidang itu? Tidak membuat software-software gratis kpd
seluruh bangsa Indonesia. Tolong tanya kepada mereka.

Dan kenapa Anda tidak berbisnis dengan membuat free software? Kalau
bisnis spt itu sangat bagus mengapa tidak Anda lakukan sbg produsen?
Tolong tanya diri Anda sendiri.

> Memang saat ini software propiatery yang dirajai Microsoft. Saingannya
> tengah tumbuh dan berkembang komunitas open source yang mencoba mengajak
> membuat dan menggunakan software open source. Komunitas ini dimotori oleh
> Richard Stallman dengan proyek GNU-nya. Komunitas ini menghasilkan dan
> menggunakan software yang berkualitas dan gratis yang telah lama menjadi
> saingan Microsoft. Tentu saja Bill Gates cs menjadi kebakaran jenggot
> karena pundi-pundi uangnya terus digerogoti. Saat ini makin banyak
> perusahaan besar, lembaga pemerintahan, dan individu yang menggunakan
> software open source. Nah, Stallman dan komunitas open source yang banyak
> berjasa dalam dunia IT ini disebut oleh sang "expert"-nya PC-Media
> sebagai
> "pengemis". Sungguh suatu hal yang kontraproduktif ditengah usaha
> Depkominfo mensosialisasikan gerakan IGOS (Indonesia Go Open Source).

Baik, pertama-tama Anda di sinipun menyandingkan dua istilah yang tidak
setara (lihat kritikan Anda pada paragraf lain): Stallman dan open source.
Stallman berfokus pada free software, dia sendiri tidak menyukai istilah
open source, tidak menyamakan gerakannya sebagai gerakan open source.

Tentang berjasa: berjasa kepada siapa? Di dunia ini hampir selalu ada 2
sisi. Stallman mungkin berjasa kepada banyak pemakai yang tidak mau
membayar. Tapi berjasakah Stallman kepada orang yang mengandalkan
pemasukannya sebagai programmer?

Seorang pencuri yang membawa hasil pencuriannya mungkin berjasa bagi
keluarganya karena membawa penghasilan, tapi berjasakah dia bagi orang
yang dicurinya? Maaf, analogi ini ekstrim, tetapi yang penting adalah:
kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi.

Saya melihat banyak orang membela Stallman hanya karena mereka dapat
enaknya aja. Manusia memang cenderung membela orang yang menguntungkan
dirinya. Maaf, bukankah kroni Soeharto juga demikian? Jadi, kita membela
karena ada keuntungan kita, seringnya begitu.

Kalau Anda mau buktikan sahihnya argumen Anda (dan bukan karena mau
enaknya aja), cobalah berkarya seperti Stallman, buat software gratis (dan
andalkah hidup Anda hanya dari pekerjaan itu), dan lihat apakah jasa yang
Anda lakukan itu bermanfaat bagi keluarga Anda. Anda mungkin dilihat
sebagai pahlawan oleh banyak orang (kalau memang Anda bisa buat software
yang sehebat Linux / Mozilla dll), tapi apakah Anda berjasa kepada
keluarga?

Keluarga saya tidak akan melihat saya sebagai kepala keluarga yang
bertanggungjawab andai saya melakukan hal spt di atas. Ttg keluarga Anda,
cobalah lakukan spt di atas, dan lihat respon keluarga Anda. BTW: saya
ragu Anda sanggup buat software sehebat Linux / Mozilla, but you can prove
me wrong.

Kembali ke point bahwa kita harus lihat lebih dari satu sisi: jangan
lihat dari sisi berjasa saja: berjasa kepada siapa? Bukankah ungkapan
'Guru pahlawan tanpa tanda jasa' juga menghadirkan sejumlah efek buruk di
negeri ini? Banyak guru mungkin menjadi pahlawan bagi orang lain tapi
tidak bagi keluarganya sendiri. Bahkan Mahatma Gandhi tidak dianggap
sebagai pahlawan oleh anak-anaknya, karena terlalu sibuk
mengurus banyak orang (dokumentasi Metro TV).

Kembali: Anda mungkin membela free software karena pingin enaknya aja.
Dan takut kalau orang-orang mulai berpikir bahwa sebagian besar orang
di dunia ini mau enaknya saja dan mulai tidak menggratiskan produk.

Sekarang tentang Depkominfo dan IGOS. Saya baru saja diskusi selama
beberapa hari dengan seorang pejabat eselon 3 Depkominfo. Dia katakan
bahwa Kominfo mengubah strategi dalam mempromosikan OSS. Dulu cara
promosinya adalah 'gratis'. Sekarang tidak. Mereka bilang: 'lebih murah
dan lebih handal'. Mereka menyadarkan orang-orang di pemerintah bahwa
membuat software itu tidak murah.

Coba pikir kenapa Kominfo berubah cara? Karena kalau mereka terus
menekankan gratis, akan ada dilema. Dilemanya: orang Indonesia jadi malas
membuat software, karena pemakai maunya (dan dibuai) oleh yang gratis.
Kita akan terus jadi konsumen, tidak jadi produsen. Model bisnis untuk
membuat software gratis tidak bagus, at least di Indonesia ini.

> Saya heran, Bernaridho yang katanya seorang "expert" menjelek-jelekkan
> komunitas free sofware dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung
> jawabkan secara logis dan cenderung menghasut. bahwa Amerika kehilangan
> banyak uang akibat banyak menggratiskan software. Coba simak potongan
> tulisannya:

Saya tidak perlu menghasut. Beberapa programmer juga tidak suka dengan
fakta bahwa mereka tidak mendapat uang dari software. Itu tekanan yang
dialamatkan kepada Stallman dan FSF sehingga ada LGPL (Lessen GNU
Public License), lisensi yang membolehkan orang menutup source-codenya
dan bisa berbayar. Stallman setengah mati menentang ini tapi akhirnya
mengalah juga. Orang-orang yang menekan Stallman ini tidak terhasut
oleh saya, mereka melakukannya sebelum saya menulis di PC Media.

Mungkin Stallman akhirnya sadar tidak semua orang setuju 100% dengan
dia. Stallman tidak berkeluarga. Banyak orang di dunia ini berkeluarga
dan tidak ingin hidup dengan ideologi/cara yang sama dengan Stallman.

Amerika Serikat menghabiskan banyak uang melalui kegiatan charity. FSF
dan mungkin banyak badan lain adalah badan charity. Tentu saja krisis
prime mortgage juga berperan dan mungkin paling berperan. Krisis keuangan
tidak hanya tentang prime mortgage, tetapi juga tentang pendanaan ke
badan-badan charity.
Kalau Anda ikuti dengan cermat beberapa bulan awal liputan krisis keuangan
di CNN, disebut bahwa krisis tersebut akan mempengaruhi pemasukan ke
badan-badan charity juga.

Artinya? (1) Broker-broker pendanaan (saya sebut ttg broker di artikel
saya) ke badan-badan charity juga berperan dalam krisis keuangan. (2)
Krisis keuangan memaksa orang-orang di kegiatan charity untuk lebih
bertanggungjawab. FYI (3) Anda pernah membaca bagaimana pelaksana
kegiatan charity spt musik, rehabilitasi Aceh, dsb menyelewengkan
pemasukan?

> "Stalman, FSF (Free Software Fondation :red), serta perusahaan / individu
> pembuat software gratis telah melemahkan daya saing Amerika. Dengan
> membuat banyak software gratis dan memberitahu sangat banyak hal tentant
> TI, membuat Amerika kehilangan banyak uang.
>
> Bandingkan dengan Jepang yang sangat merahasiakan teknologi baterai,
> energi, dan mobil elektronik/hibrida/hidrogen. Dengan cara itu, Toyota
> sangat berjaya dalam penjualan mobil hijau, sementara GM, Chrysler dan
> Ford harus minta uang dari Pemerintah Amerika karena bangkrut".
>
> Aduh, logika yang kacau.

Saya pikir tidak kacau. Di PC Media saya lanjutkan tulisan di atas dengan
tulisan bahwa AS banyak berhutang kepada Cina. Dimana kacaunya?
Bukankah kegiatan improve Linux, membuat Free BSD butuh uang?
Karena Cina dan Jepang tidak jor-joran membuat sesuatu yg gratis,
bukankah mereka akan mendapat uang lebih banyak dan akhirnya Amerika
berhutang ke Cina? Justru sangat logis.

> Kesalahan pertama: Krisisi di Amerika bukan karena software gratis tapi
> akibat macetnya mega kredit perumahan.

Sudah saya jawab.

> Pokok tulisan kan membahas masalah TI, yakni software gratis tapi kenapa
> analoginya dalam dunia otomotif. Sejak kapa n ada perusahaan otomotif
> Amerika seperti GM, Chrysler dll yang membuat mobil gratis dan
> memberitahukan rahasia teknologi mereka kepada publik. Nggak ada coy!
> trus
> apa bedanya dengan Jepang, nggak ada. Mereka membuat mobil yang nggak
> gratis, teknologinya dirahasiakan dan dijual kepada pembeli.

Simak perbandingan saya: sejelek-jeleknya mobil GM, Chrysler, dan Ford;
lebih baik bagi AS membuat produk-produk nongratis tsb daripada membuat
produk-produk yang gratis. Minimal dengan membuat produk nongratis, GM,
Chrysler, dan Ford tidak tidak perlu minta donasi dana seperti halnya
badan-badan charity.

Saya buat analogi dengan dunia otomotif karena mudah dipahami.

> Kalaupun saat ini banyak perusahaan Amerika bangkrut adalah karena efek
> domino krisis kredit perumahan di Amerika. Tentunya kalau Bernaridho
> sering membaca dan menonton TV akan tahu bahwa saat ini tengah terjadi
> krisis global yang dipicu masalah macetnya kredit Subprime mortage di
> Amerika, bukannya akibat Amerika kebanyakan membuat software gratis. Saya
> sarankan agar Bernaridho sebelum berbicara krisis di AS agar lebih dahulu
> membaca tulisan di EOWI.

Oh ya, saya nonton TV. Saya berusaha amati dengan lebih cermat tentang
krisis keuangan walau saya bukan pakar di keuangan. Penjelasan
selanjutnya sdh saya buat di paragraf-paragraf sebelumnya. Kaitan krisis
keuangan dgn charity sudah Anda ikuti di media massa?

> Kesalahan kedua: Open Source, Freesoftware dan Software Gratis tidak
> sama.
> Lagi-lagi sang "expert" membuat kesalahan. Entah sengaja atau tidak
> menggiring opini publik bahwa software open source sama dengan
> freesoftware sama dengan software gratis. Padahal ketiga istilah tersebut
> tidak sama.

Mungkin saya membuat kesalahan, tapi di paragraf mana persisnya? Saya
pernah menulis tentang Free software dan opened source-code di Info Linux,
dan saya membedakan keduanya. Juga di Warta e-gov. Mungkin Anda tidak
membaca tulisan-tulisan tersebut.

> Open source adalah sebuah gerakan yang mengajak membuat software agar
> membuka rahasia teknologinya. Pemakai diberi kebebasan untuk mengcopy,
> mengubah dan melihat source code software Open Source. Tapi Open Source
> tidak harus gratis. Pembuat software open source bisa menjual
> softwarenya,
> menjual jasa konsultasi pemakaian softwarenya. Ternyata hal ini merupakan
> cara berbisnis yang hebat.

Penjelasan Anda ini terlalu disederhanakan, tapi saya tidak ingin debat
panjang. Singkat saja: Open Source tidak berarti Anda bebas untuk
meng-copy. Itu tergantung definisi dari lisensi. Dan ada berbagai issuer
(licensor) dari lisensi di dunia ini yang mengklaim produk mereka sebagai
open source tapi tidak 100% sama dengan definisi Anda di atas. Sebagai
contoh: ada yang memberi izin/lisensi untuk melihat
source-code tapi tidak izinkan Anda untuk distribute/copy secara bebas.

> Trus, apa itu freesoftware. Nah, software kategori ini bisa gratis tapi
> tidak harus membeberkan rahasia kode programnya kepada pemakai. Sedangkan
> istilah software gratis tidak umum dalam dunia TI karena mengandung
> banyak arti dan terlalu luas.

Benar, free software adalah tentang gratis, dan tidak tentang
source-code. Tapi kalau Anda mengacu kepada FSF, Anda harus cek ulang apa
yang Anda tulis. BTW baca juga website FSF tentang istilah 'gratis'.

> Kesalahan ketiga: Donasi di samakan dengan Mengemis.
> Nah, inilah yang saya sebut menjelek-jelekkan. Donasi tidak sama dengan
> pengemis. Donasi biasa digunakan perusahaan pembuat software open source
> (walau tidak selalu) sebagai cara untuk mencari dana riset. Biasanya
> pemberi donasi adalah individu/perusahaan yang merasa puas karena telah
> mengunakan software open souce. Jadi tidak ada paksaan. Donasi diberikan
> oleh pengguna software open source, trus merasa puas, merasa berhutang
> budi dan selanjutnya berpikir untuk ikut menyumbang kepada pembuat
> software. Donasi diberikan atas dasar adanya jasa dan bersifat sukarela.
> Toh, tidak ada atau jarang sekali pemberi donasi diluar pengguna software
> open source.

Donasi mungkin tidak 100% sama dengan mengemis. Tapi sekarang begini,
bisnis di banyak industri lain tidak mengandalkan pemasukan mereka dari
donasi. IndoMie, Telkomsel, Airlines, dll tidak mengandalkan pemasukan
mereka dari donasi.

Anggap suatu hari orang tidak tertarik lagi mendanai FreeBSD atau FreeDOS,
sehingga produk ini discontinued. Apa artinya? Dalam kacamata bisnis,
mendapatkan uang dari donasi = mengemis. Mereka terus menerus andalkan
uang dari donatur. Pebisnis tidak andalkan uang dari donatur.

Solusi yang akhirnya dibuat orang-orang adalah dengan membuat badan
charity. Ini memang lebih halus daripada mengemis, saya setuju. Tapi
kalau mengatakan meminta donasi != mengemis dalam hal membuat
produk-produk seperti software, apalagi untuk bersaing dengan produk
komersial, saya 50% setuju 50% tidak setuju. Itu juga saya berlakukan ke
diri saya dalam hal pendanaan Nusa.

Sebenarnya Microsoft bisa saja berpikir ada penyalahgunaan terhadap
donasi ke FSF. FSF bisa dituduh untuk bersaing dengan entitas bisnis
tapi memakai cara donasi. Saya bukan ahli hukum, saya hanya melihat
ini bisa jadi kasus hukum (persaingan usaha) yang menarik untuk
ditelaah, terlepas dari siapa yang akan menang.

Contoh: pernah ada debat tentang Yayasan Pendidikan di Indonesia.
Yayasan seyogianya tidak mendatangkan keuntungan, tapi toh banyak
orang membuat yayasan sebagai kedok. Orang2 yg membuat lembaga
pendidikan tanpa membuat yayasan mempermasalahkan orang-orang yang
berkedok 'non-profit' tapi bersaing secara TIDAK SEHAT dengan
orang-orang yang jelas profit-oriented. Kalau mau bertarung secara
jantan, ya head-to-head, jangan pakai cara yayasan.

> Sedangkan mengemis adalah meminta uang tanpa ada imbal jasa sama sekali.
> Sekedar menanaikan tangan dan mengharapkan kemurahan hati pemberi.
> Pengemis biasanya dianalogikan dengan gembel, kumuh, tak berpendidikan,
> meminta-minta di tengah jalan.

Tulisan sering ada konteksnya. Konteks saya adalah donasi dan charity
dalam kegiatan membuat software. Apakah orang-orang (terutama brokernya)
selalu tidak sekedar mengharapkan kemurahan hati? Kadang-kadang donatur
mau menyumbang dan tidak memiliki banyak harapan, mirip kepada apa yang
kita lakukan kepada pengemis.

> Nah, beda dong dengan komunitas atau perusahaan open source. Mereka
> bekerja, tanpa dibayar membuat software, memberitahukan rahasia kode
> program. Pengguna bebas memakai, mengkopi, mendistribusikan dan mengubah
> kode program. Wajar dong kalau mereka mengetuk hati para pengguna yang
> mempunyai hati yang baik dan sedikit kelebihan uang untuk membantu dengan
> donasi. Tidak ada paksaan. Dan agar pembaca tidak dibodohi tolong
> diingat, donasi tidak sama dengan mengemis.

Sudah dijawab

> Saya kecewa berat dengan PC-Media dan menyatakan akan berhenti
> berlangganan jika bulan depan Bernaridho masih mengisi tulisan di
> viewpoint. Harusnya pihak redaksi PC-Media selektif dalam memilih
> penulis.

> Perhatikan sisi keahlian dan kapasitas penulis. Jangan sampai tulisan
> bernada menghasut karena akan membodohi pembaca untuk menjauhi open
> source. Tentu hal ini bertentangan dengan semangat pemerintah
> memasyarakatkan open source melalu program IGOS-nya. Semoga saja
> kesalahan tulisan ini bukan akibat trik dagang murahan, bukan pula
> karena penulis mendapat order dari Microsoft,

Sebelum saya menulis, saya membaca banyak ttg free software. Saya bahkan
sudah kuliah di IF ITB saat free software belum menggema ke Indonesia.
Saya bicara dengan praktisi di dalam dan luar negeri tentang free
software, melihat blog dari orang yang pro dan kontra.

Semangat saya belum tentu bertentangan 100% dengan semangat pemerintah.
Saya sdh bicara dengan eselon 1, eselon 2, dan eselon 3 pemerintah.
Saya tidak mendapat order dari Microsoft. Tuduhan Anda berlebihan.

> atau bukan pula karena PC-Media tengah menjalin kemesraan dengan
> Microsoft yang tengah berusaha memonopoli dunia.
> Semoga kritik ini membuat PC-Media lebih fair dan berimbang dalam
> memberitakan sesuatu hal, terutama di dunia TI.

Semua ini saya serahkan kepada PC Media. Seperti pernah saya ungkapkan
kepada seorang pembaca: tidak ada yang abadi di dunia ini. Saya bisa
berhenti menulis di PC Media karena berbagai hal: tidak dikehendaki
redaksi, tidak dikehendaki pembaca, saya sudah bosan menulis, atau saya
punya kegiatan lain yang terlalu menyita waktu. Tidak ada yang abadi.

Saya sampaikan bahwa berat menulis di PC Media. Saat ini saya belum
tuntaskan tulisan untuk bulan Mei karena saya harus banyak membaca tentang
bisnis sekuritas. Saya ingin menulis dengan bermutu, dan sekuritas jelas
bukan bidang saya. Jadi, menulis tentang sekuritas ini, kaitannya dengan
bisnis TI merupakan tantangan; dan sekaligus menjawab beberapa tanggapan
pembaca.

Saya ulangi, tidak mudah menulis untuk PC Media, saya seorang yang
perfeksionis, dan itu sebab saya tidak mau menulis di banyak media massa
dan blog.

Saya ingin menulis tulisan bermutu, dan siap untuk menjawab keberatan2
dari pembaca. Sebelum saya menulis artikel yang Anda sanggah ini, saya
sudah siap dengan jawaban-jawaban ini. Itu sekelumit tentang diri saya.

Anda punya blog. Semoga Anda bisa publikasikan jawaban saya ini.
Anda inginkan pemberitaan yang berimbang kan? Saya juga.

Salam,
Bernaridho

Dengan demikian semoga kesalahfahaman ataupun ketidakcocokan dengan fakta
dapat terjawab dengan adil. Saya tertarik untuk menanggapi tulisan ini
dan akan segera memposting tanggapa saya.

Salam untuk Pak Bernaridho semoga diskusi ini terus berlanjut demi membuka
wawasan pembaca apa untung dan ruginya free software.

20 Februari 2009

PC Media: Pembodohan Pembaca!

Sejak lama saya pembaca majalah PC-Media yang menyediakan berbagai informasi, tips, dan perkembangan software under windows. Selain itu saya juga berlangganan majalah InfoLinux yang merupakan majalahnya software-software under Linux. Yah, saya memang masih menggunakan kedua Operating System tersebut, walaupun saat ini hanya 10% memakai Windows dalam pekerjaan sehari-hari. Microsoft Windows XP yang harus dibeli dengan lisensi terbatas dan Ubuntu Linux yang gratis dan tersedia source code nya.

Tapi saat ini saya kecewa terhadap majalah PC-Media. Pada edisi 03/2009 terdapat tulisan yang bernada menghina dan menghasut pembaca agar menjauhi software-software Free seperti Linux dan lain-lain. Tulisan yang dibuat Bernaridho I Hutabarat yang katanya seorang Business Intelligence Expert pada kolom viewpoint sangat rancu. Pemikiran yang dibangun tidak dilandaskan pada logika yang harusnya dimiliki seorang "expert". Malah isi tulisannya seperti perilaku para pedagang kecil tak berpendidikan di pasar-pasar kumuh. Yakni, usaha menjual dagangan dengan menjelek-jelekkan dagangan pesaing.



Perlu diketahui bahwa selain software propiatery yang dirajai Microsoft, tengah tumbuh dan berkembang komunitas open source yang mencoba mengajak membuat dan menggunakan software open source. Komunitas ini dimotori oleh Richard Stallman dengan proyek GNU-nya. Komunitas ini menghasilkan dan menggunakan software yang berkualitas dan gratis yang telah lama menjadi saingan Microsoft. Tentu saja Bill Gates cs menjadi kebakaran jenggot karena pundi-pundi uangnya terus digerogoti. Saat ini makin banyak perusahaan besar, lembaga pemerintahan, dan individu yang menggunakan software open source. Nah, Stallman dan komunitas open source yang banyak berjasa dalam dunia IT ini disebut oleh sang "expert"-nya PC-Media sebagai "pengemis". Sungguh suatu hal yang kontraproduktif ditengah usaha Depkominfo mensosialisasikan gerakan IGOS (Indonesia Go Open Source).

Saya heran, Bernaridho yang katanya seorang "expert" menjelek-jelekkan komunitas free sofware dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan cenderung menghasut. bahwa Amerika kehilangan banyak uang akibat banyak menggratiskan software. Coba simak potongan tulisannya:

"Stalman, FSF (Free Software Fondation :red), serta perusahaan / individu pembuat software gratis telah melemahkan daya saing Amerika. Dengan membuat banyak software gratis dan memberitahu sangat banyak hal tentant TI, membuat Amerika kehilangan banyak uang.

Bandingkan dengan Jepang yang sangat merahasiakan teknologi baterai, energi, dan mobil elektronik/hibrida/hidrogen. Dengan cara itu, Toyota sangat berjaya dalam penjualan mobil hijau, sementara GM, Chrysler dan Ford harus minta uang dari Pemerintah Amerika karena bangkrut".

Aduh, logika yang kacau.

Kesalahan pertama
: Krisisi di Amerika bukan karena software gratis tapi akibat macetnya mega kredit perumahan.
Pokok tulisan kan membahas masalah TI, yakni software gratis tapi kenapa analoginya dalam dunia otomotif. Sejak kapa n ada perusahaan otomotif Amerika seperti GM, Chrysler dll yang membuat mobil gratis dan memberitahukan rahasia teknologi mereka kepada publik. Nggak ada coy! trus apa bedanya dengan Jepang, nggak ada. Mereka membuat mobil yang nggak gratis, teknologinya dirahasiakan dan dijual kepada pembeli.

Kalaupun saat ini banyak perusahaan Amerika bangkrut adalah karena efek domino krisis kredit perumahan di Amerika. Tentunya kalau Bernaridho sering membaca dan menonton TV akan tahu bahwa saat ini tengah terjadi krisis global yang dipicu masalah macetnya kredit Subprime mortage di Amerika, bukannya akibat Amerika kebanyakan membuat software gratis. Saya sarankan agar Bernaridho sebelum berbicara krisis di AS agar lebih dahulu membaca tulisan di EOWI.

Kesalahan kedua: Open Source, Freesoftware dan Software Gratis tidak sama.
Lagi-lagi sang "expert" membuat kesalahan. Entah sengaja atau tidak menggiring opini publik bahwa software open source sama dengan freesoftware sama dengan software gratis. Padahal ketiga istilah tersebut tidak sama.

Open source adalah sebuah gerakan yang mengajak membuat software agar membuka rahasia teknologinya. Pemakai diberi kebebasan untuk mengcopy, mengubah dan melihat source code software Open Source. Tapi Open Source tidak harus gratis. Pembuat software open source bisa menjual softwarenya, menjual jasa konsultasi pemakaian softwarenya. Ternyata hal ini merupakan cara berbisnis yang hebat.

Trus, apa itu freesoftware. Nah, software kategori ini bisa gratis tapi tidak harus membeberkan rahasia kode programnya kepada pemakai. Sedangkan istilah software gratis tidak umum dalam dunia TI karena mengandung banyak arti dan terlalu luas.

Kesalahan ketiga: Donasi di samakan dengan Mengemis.
Nah, inilah yang saya sebut menjelek-jelekkan. Donasi tidak sama dengan pengemis. Donasi biasa digunakan perusahaan pembuat software open source (walau tidak selalu) sebagai cara untuk mencari dana riset. Biasanya pemberi donasi adalah individu/perusahaan yang merasa puas karena telah mengunakan software open souce. Jadi tidak ada paksaan. Donasi diberikan oleh pengguna software open source, trus merasa puas, merasa berhutang budi dan selanjutnya berpikir untuk ikut menyumbang kepada pembuat software. Donasi diberikan atas dasar adanya jasa dan bersifat sukarela. Toh, tidak ada atau jarang sekali pemberi donasi diluar pengguna software open source.

Sedangkan mengemis adalah meminta uang tanpa ada imbal jasa sama sekali. Sekedar menanaikan tangan dan mengharapkan kemurahan hati pemberi. Pengemis biasanya dianalogikan dengan gembel, kumuh, tak berpendidikan, meminta-minta di tengah jalan.

Nah, beda dong dengan komunitas atau perusahaan open source. Mereka bekerja, tanpa dibayar membuat software, memberitahukan rahasia kode program. Pengguna bebas memakai, mengkopi, mendistribusikan dan mengubah kode program. Wajar dong kalau mereka mengetuk hati para pengguna yang mempunyai hati yang baik dan sedikit kelebihan uang untuk membantu dengan donasi. Tidak ada paksaan. Dan agar pembaca tidak dibodohi tolong diingat, donasi tidak sama dengan mengemis.

Saya kecewa berat dengan PC-Media dan menyatakan akan berhenti berlangganan jika bulan depan Bernaridho masih mengisi tulisan di viewpoint. Harusnya pihak redaksi PC-Media selektif dalam memilih penulis. Perhatikan sisi keahlian dan kapasitas penulis. Jangan sampai tulisan bernada menghasut karena akan membodohi pembaca untuk menjauhi open source. Tentu hal ini bertentangan dengan semangat pemerintah memasyarakatkan open source melalu program IGOS-nya. Semoga saja kesalahan tulisan ini bukan akibat trik dagang murahan, bukan pula karena penulis mendapat order dari Microsoft, atau bukan pula karena PC-Media tengah menjalin kemesraan dengan Microsoft yang tengah berusaha memonopoli dunia. Semoga kritik ini membuat PC-Media lebih fair dan berimbang dalam memberitakan sesuatu hal, terutama di dunia TI.

06 Februari 2009

Daftar Kenaikan Gaji PNS 2009

Pemerintahan SBY kembali membuat hati PNS di Indonesia berbunga-bunga. Tanggal 16 Januari 2009 Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 8 Tahun 2009 tentang kenaikan gaji PNS tahun 2009 yang dapat didownload di sini. Kenaikan gaji pokok PNS tahun 2009 dalam sekitar 15%. Daftar gaji pokok selengkapnya dapat dilihat di sini.

01 Februari 2009

Software Scan LJK

Ulangan merupakan kegiatan rutin sekolah. Setiap periode tertentu sekolah melaksanakan Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester atau Ulangan Kenaikan Kelas. Selesai mengadakan ulangan guru dituntut melakukan pemeriksaan terhadap hasil jawaban siswa. Proses memeriksa jawaban siswa ini adalah pekerjaan yang cukup berat bagi guru. Apalagi jika jumlah siswa yang mengikuti ulangan banyak.

Seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini sudah bukan zamannya lagi guru melakukan pemeriksaan jawaban secara manual. Selain melelahkan, pemeriksaan manual butuh waktu dan ketelitian tinggi. Artinya sudah saatnya proses pemeriksaan jawaban siswa agar menggunakan bantuan komputer. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem LJK (Lembar Jawaban Komputer).

Masalah utama proses pemeriksaan LJK menggunakan komputer adalah mahalnya biaya untuk membeli alat scanner LJK. Saat ini terdapat dua jenis scanner LJK, yakni Optical Mark Reader (OCR) dan Digital Mark Reader (DMR). Scanner jenis OCR menggunakan alat khusus untuk scan LJK yang harganya berkisar hingga ratusan juta rupiah. Tentu jenis scanner LJK berupa OCR harganya masih sulit untuk dijangkau sekolah-sekolah.

gambar 1: Tampilan IntelliScanLJK

Alternatif kedua adalah scanner LJK tipe DMR. Tipe ini menggunakan software khusus untuk scan LJK dengan memanfaatkan alat scanner biasa. Harga DMR relatif lebih murah daripada OCR, yakni berkisar sepuluh jutaan rupiah. Proses kerjanya mirip kalau kita menscan dokumen biasa memakai scanner umum. Bedanya adalah hasil scan ditangkap oleh software DMR untuk proses pemeriksaan benar-salahnya jawaban siswa.

gambar 2: Contoh LJK yang bisa discan dengan IntelliScanLJK

Sekarang semua telah hadir software scan LJK buatan putera daerah, yakni IntelliScanLJK. Paket software scanner LJK ini dibuat oleh CV. Datamas Informatika Banjarmasin. Harga software ini lebih murah dibanding software sejenis, yakni Rp. 6.800.000 (diluar scanner). Masalah kecepatan tinggal memilih jenis scanner sesuai dengan anggaran sekolah yang tersedia. Mulai dari kecepatan scan LJK 300 lembar perjam hingga 1.500 lembar perjam.

1. Software IntelliScanLJK
Harga : Rp 6,8 juta
Paket : installer + Flashdisk
Garansi : 1 tahun

2. Scanner yang direkomendasikan
Jenis scanner silakan pilih sendiri. Jika sekolah sudah punya berarti tidak perlu beli lagi. Jika belum punya maka disarankan memakai salah satu scanner berikut ini. Scanner yang dianjurkan adalah tipe ADF (Automatic Document Feeder) agar dapat melakukan proses scan beberapa lembar LJK sekaligus. Sekolah juga bisa membeli satu paket software+scanner agar lebih mudah tapi harga scanner bisa berubah sesuai kurs dollar.

1. Kecepatan scan 300 lembar / jam
Scanner : HP al-in-one 4355
harga : Rp 2 jutaan (tergantung kurs dollar)













2. Kecepatan scan 720 lembar / jam
scanner : Canon DR 1020C
harga : Rp 3 jutaan (tergantung kurs dollar)










3. Kecepatan scan 1080 lembar / jam
scanner : Fujitsu ScanSnap S500
harga : Rp 4 jutaan (tergantung kurs dollar)














4. Kecepatan scan 1500 lembar / jam
scanner : Fujitsu fi-5120C
harga : Rp 7 jutaan 9tergantung kurs dollar)














Bagi sekolah yang berminat silakan kirim email ke syamsuddin.ideris@gmail.com dengan isi email: nama instansi, nama penanggungjawab, dan nomor telpon.