11 Januari 2009

Sekolah Adalah Racun

Sekolah adalah racun. Anda mau sukses dan kaya, berhenti sekolah. Sekolah dan kampus hanya akan mengisi otak anda dengan sampah. Saya tersentak, kaget bercampur marah mendengar kalimat-kalimat negatif itu. Hal ini dilontarkan oleh enterpreneur nyentrik Bob Sadino!

Bob Sadino berpendapat bahwa ilmu yang diajarkan di sekolah atau kampus sudah basi. Menurutnya teori manajemen yang diajarkan dari buku yang berumur 5-10 tahun. Sedangkan ilmu terus berkembang dengan temuan dan inovasi baru. Akibatnya jika anda keluar dari sekolah maka ilmu yang ada tidak berguna lagi dan tidak dapat dipakai. Oleh karena itu ia menyebutnya sampah!

Sampai di sini saya masih tidak senang mendengar kata-katanya. Kemudian dia katakan bahwa kampus mengajarkan untuk tahu sedangkan jalanan (praktik langsung) mengajarkan untuk bisa. Seorang lulusan kampus dengan berbagai teori bisnis kadang ragu untuk melangkah. Terlalu banyak pertimbangan ini dan takut resiko.

Bob Sadino yang gemar bercelana pendek ini berpendapat, bahwa teori ekonomi terbaru itu salah. Masih ingat prinsip: "Dengan resiko sekecil-kecilnya berusaha mendapatkan laba sebesar-besarnya". Menurut Bob Sadino tidak bisa begitu. Kalau mau laba besar tentu usaha harus besar. Kalau usaha besar tentu resikonya harus besar pula. Lebih aneh lagi ternyata Bob Sadino orang yang suka dengan resiko bisnis yang besar.

Kembali pada masalah pendidikan. Menurut enterpreuner yang memulai bisnis dari beternak ayam ini, kadang teori yang diajarkan di kampus udah basi. Saya ingat sewaktu kuliah dulu. Teori matematika yang diajarkan sang dosen berasal dari buku zaman "eighties". Bayangkan teori yang dipelajari udah 20 tahun lebih. Sedangkan ilmu terus berkembang.

Salah satu point pendidikan yang dikritisi Bob Sadino adalah kurikulum. Menurutnya kurikulum kita tidak match dengan keperluan di lapangan kerja. Akibatnya setelah tamat kuliah, sang sarjana bingung harus bertindak apa. Maklum isi otaknya adalah ilmu yang sudah basi. Ditambah lagi dengan ketakutan akademis untuk memulai bisnis. Takut ini- takut itu karena kebanyakan teori. Akibatnya orang sudah jauh bertindak tapi ia belum memulai apa-apa.

Sampai di sini saya harus introspeksi diri. Apakah ilmu yang saya ajarkan kepada peserta didik juga "basi". Kata-kata Bob Sadino di atas harus kita anggap sebagai cambuk agar para guru terus meningkatkan kompetensinya. Jangan hanya terpaku pada "zona nyaman" yang membuat ilmu kita basi.

Bagaimana pendapat anda?

20 komentar:

  1. Relatif..relatif...

    BalasHapus
  2. Sekadar berbagi ilu. Sebenarnya, dalam islam, ada 3 ilmu yang wajib (bila tdk maka berdosa) untuk dipelajari:
    1. Ilmu tauhid (supaya beriman)
    2. Ilmu tashawuf/akhlak (untuk memperbaiki hati dan sikap)
    3. ilmu fiqih (tata cara ibadah dan kehidupan)

    intinya, ilmu itu tidak akan pernah jadi sampah.

    BalasHapus
  3. Tapi itu masih relatif karena ilmu di kampus ada gunanya juga

    BalasHapus
  4. Iya, ilmu itu tak pernah jadi sampah selama bisa dimanfaatkan dengan baik dan positive.

    --
    hem .. apapun ilmu kita dapat ketika dulu dibangku sekolah or kuliah, itu tetap ada manfaatnya ..

    perihal setelah lulus, trus ada keraguan untuk masuk ke dunia kerja, itu tergantung pada masing² ...

    bisa juga keadaan nanti yang akan memaksa seseorg untuk masuk ke dunia kerja tertentu walaupun basic pendidikan yg diperolehnya waktu kuliah dulu berbeda jauh dengan dunia kerja yg akan dimasukinya ..

    kira² begitu Pak ..

    BalasHapus
  5. Tul.. ilmu ga akan pernah jd sampah pasti ada manfaatnya..
    walaupun mgkn latar blkg pendidikan ga sesuai dgn dunia kerja yg kita jalani..

    BalasHapus
  6. Kalo sekolah adalah racun, berarti kita udah terkontaminasi racun itu nggak???

    Kalau ranah berpikir positivisme, tentunya kita harus mencari benang merahnya dulu...

    Reflektivitas pendidikan bukan terfokus pada satu aspek...

    Met sore pak... salam...

    BalasHapus
  7. Saya setuju dengan kamu, Syam. Sebagai guru, yang merupakan ujung tombak sekolah, kini harus menyikapinya dengan bijak. Kedengarannya memang keras dan menyakitkan: sekolah adalah racun.

    Tapi, kalau kita mau jujur, anak-anak yang belum memasuki masa sekolah, rasa ingin tahu mereka sangat tinggi terhadap hal-hal baru (bagi mereka), lihat saja balita. Tapi semakin lama mereka bersekolah, rasa ingin tahu cenderung meluntur.

    Kemudian, banyak lulusan sekolah yang pintar-pintar gak berhasil di masyarakat, ilmu yang mereka peroleh gak bisa diaplikasikan oleh mereka. Barangkali, penyebabnya adalah, pelajaran di sekolah kita saat ini cenderung pada tingkatan hafalan saja (C1, taksonomi Bloom) paling banter pemahaman (C2), jarang sampai ke tingkat penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), avaluasi (C6), berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Jarang...

    Jadinya terbentuklah pengetahuan "inert", menjejali otak, tapi tak bisa dimanfaatkan oleh mereka. Stuck! Itu barangkali yang disebut sampah oleh Bob Sadino.

    Wallahualam

    BalasHapus
  8. Ok, biar jelas maksud saya begini:
    Pengetahuan inert banyak dibentuk oleh guru yang tak melatih siswanya sampai ke penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6), berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

    Misalnya begini, di matematika ada rumus phytagoras. Banyak siswa gak bisa memanfaatkannya dalam dunia nyata, misal untuk mengukur tinggi pohon? Atau dalam problem lainnya. Rumus phytagoras hanya dihafal. Bisa menghitung sisi-sisi segitiga yang digambar di soal-soal (di atas kertas). Jika siswa hanya bisa mengerjakan soal di atas kertas, berarti rumus phytagoras itu cuma sampah, menjejali otak siswa tanpa manfaat saat mereka lulus dan terjun di masyarakat.

    Sori, komennya udah kepanjangan.

    BalasHapus
  9. mr. bob? he he, bisa aja tuh.

    sekolah saya pikir bukan hanya diajar biar pintar, tapi ada unsur pendidikannya juga. dewasa ini banyak mahasiswa kita kurang dewasa, sehingga sesama mereka tawuran. jelas faktor pendidikan perlu dibenahi.

    namun pak syam tepat menyikapi apa yang disampaikan om bob. pernyataan om bob adalah sbg sugesti sekaligus peringatan untuk memperbaiki diri

    BalasHapus
  10. wuehehehe... Mas Bob yang satu ini masih tetap dengan gayanya ternyata, mantap. Jadi ingat dulu pada '96 saya ketemu beliau dan saya panggil Mas Bob, hihihihi...

    Pak Bob memang besar berdasarkan praktik, beliau dulu bilang, "jualan sayur dan telur dari pintu rumah tetangga sampai akhirnya pintu negara tetangga".

    Kalau saya pikir, apa yg disampaikan Pak Bob mengenai sekolah a.k.a pendidikan itu adalah keharusan adanya korelasi antara konsep pendidikan dan kenyataan dilapangan, serta sedapat mungkin antisipatif terhadap perkembangan. Kalau hanya menjejali peserta didik dengan teorema yang cenderung ideal + utopis, akhirnya ya akan menjadi racun, dalam artian tidak membangun kesiapan peserta untuk 'hidup'.

    Lagi pula, dalam sejarahnya sekolah adalah pengisi waktu luang pada jaman Yunani kuno.
    :)

    BalasHapus
  11. yup begitulah delima pendidikan kita...tiap ganti menteri ganti kurikulum..gak sempat apa apa...
    yang ada lom ngerti yg baru tambahnya...

    klo hasilnya tergantung pada orangnya mau g menerapkan hasil yang didapat di sekolah ya klo

    BalasHapus
  12. Nah kalau yang beginian bagus untuk pemantik berpikir, tapi buruk pada kadar statemen. Ngak usah diberain deh.

    Ivan Illich lebih akademis, dia kecewa dengan sekolah ditulisnya deschooling Society, dia punya gagasan mengembangkan 'jaringan belajra'; bubarkan sekolah belajar dengan cara lain.

    Ini kan pikiran orang yang kurang tajam. Esensinya pendidikan, sekolah adalah bentuk lain tempat pendidikan dan lembaganya. Mau yang lain? Kenapa tidak. Tapi, sampai sekarang sekolah belum tergantikan.

    Jadi, esensinya p[endidikan. Dan, memang ngak sekolah juga bisa pintar dan kaya kog. Minimal sekolah memacu dan memicu.

    BalasHapus
  13. sepakat..."polisi harus lebih maju, profesional dibanding sang penjahat"..

    BalasHapus
  14. Gabung sekarang juga di KitaBlogger.com komunitas blogger indonesia ^_^

    BalasHapus
  15. Saya setuju dengan Pak Bob Sadino. Ilmu Yang diperoleh teranggap sampah karena tidak mampu menemukan manfaat

    BalasHapus
  16. BETTTTUUUULLL......... SEKKALALALALIIIII SAYA YANG SEKOLAH DISMU KELAS 2 IPS INI SELAIN KENDALA YANG SAYA HADAPI SEPERTI ITU , ADA LAGI.. YAITU LINGKUNGAN SEKOLAH SYA ( MURID-MURID SEKITAR SAYA ) BERMENTAL PERUSAK MENTAL ORANG YANG INGIN MAJU ( PESIMIS, RAGU, WAHHHH BANYAK DEHHH YANG GAK SESUAI DENGAN PERGAULAN ORANG YANG INGIN MAJU. SELIN ITU BAYANGKAN BERAPA BANYAK ORANG TERMASUK TEMAN SEKOLAH ANDA YANG SEKOLAH BENAR2 UNTUK BELAJAR, SEKOLAH DAN MENUNTUT ILMU AGAR DAPAT DIMANFAATKAN UNTUK KEHIDUPAN KEDEPANNYA, MAYORITAS MEREKA HANYA MEMENTINGKAN IJAZAH YANG DIGUNAKAN UNTUK MENJADI SEKEDAR KARYAWAN...... PADAHAL DENGAN ILMU YANG SEGITU TINGGINYA KITA BISA MEMNJADI SEORANG PEMIMPIN, CEO ( DIREKTUR UTAMA ), ENTREPRENEUR, DAN MACAM MACAM BENTUK KEMANDIRIAN LAINNYA............

    KONTAK SAYA (EMAIL DAN FACEBOOK): bisnishafiz@gmail.com atau the_multimedian@yahoo.co.id

    WEBSITE : www.biztro.co.cc

    BalasHapus
  17. Bob Sadino bukan ahli pendidikan, bukan pula saintis, hanya seorang pebisnis. belum faham hakikat sains. memang terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan kita. tapi bukan berarti yang diajarkan adalah di sekolah adalah sampah.

    BalasHapus
  18. barang serendah sampah aj laku dipasaran...
    tapi ilmu yg puluhan tahun kita pelajari sama skali tdak bisa diterapkan dlm dunia kerja, y saya stuju dngan
    om bob..bahkan bagi saya ilmu lbih rendah dari sampah...piss...saya jg mahasiswa jurusan pendidikan..wajar kalo indonesia banyak penganguran...ilmunya sdah pada basi

    BalasHapus
  19. like om bob

    BalasHapus
  20. supaya tidak basi mungkin harus menambah kurikulumnya.

    menurut saya yg harus di utamakan di dalam pendidikan di sd maupun sampai perguruan tinggi harus ada mata pelajaran ahlak dan budi pekerti, seperti (MQ) Manajemenn Qolbu. supaya klu udah pinter tidak jadi penipu dan koruptor..

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar anda.